Begini Pendapat Psikolog Srini Priyanti Tentang Maraknya Judi Online
Reporter: Ade Gustiana|
Editor: Leni indarti hasyim|
PENDAPAT PSIKOLOG: Srini Priyanti, Psikolog dari PPT RSD Gunung Jati Cirebon, dan ilustrasi pelaku judi online.-ADE GUSTIANA-radarcirebon.com
BACA JUGA:Sekda Jabar Konsolidasi BKPSDM - BKD Kabupaten dan Kota Dorong ASN Jaga Kinerja Terbaik untuk Masyarakat
Namun, karena dorongan impulsif tersebut, mereka kehilangan kendali diri dan sering kali melibatkan diri dalam tindakan kriminal, bahkan mencoba untuk mendapatkan uang dengan cara-cara lain, seperti pinjaman online.
"Akhirnya, mereka terjerat dalam lubang hutang yang semakin dalam, yang pada akhirnya bisa menyebabkan depresi," tambahnya.
Yanti menekankan bahwa peran keluarga sangat penting dalam kasus-kasus ini. Keluarga harus memberikan dukungan yang kuat serta memahami permasalahan yang dihadapi oleh pecandu judol.
"Peran keluarga sangat penting, mereka bisa berkontribusi besar dalam terapi keluarga untuk memahami permasalahan kecanduan judi online ini," jelas Yanti.Pengawasan ketat dari keluarga juga sangat diperlukan.
BACA JUGA:Indonesia vs Filipina Siap Ulangi Momen 2013
Dalam proses terapi, pecandu judol tidak diperkenankan untuk menyimpan uang atau mengakses internet dalam jangka waktu tertentu, biasanya sekitar 6 bulan."Proses ini diperlukan untuk membantu mereka pulih dari kecanduan," tukas Yanti. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Buat Kata Sandi Biar Akunmu Terlindungi
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Lainnya
Edukasi Terakhir SD SMP SMA/SMK D1 D3 S1/D4 S2 S3
Profesi Belum Bekerja Pelajar Mahasiswa Ibu Rumah Tangga Wiraswasta Penyedia Jasa (Guru/Dokter/Lawyer/Peneliti/Lainnya) Freelance Karyawan Swasta Pegawai Negeri Sipil BUMN
Profile.marital Belum Menikah Menikah Cerai Mati Cerai Hidup
Agama Islam Protestan Katolik Hindu Budha Lainnya
Pilih Negara Afghanistan Åland Islands Albania Algeria American Samoa Andorra Angola Anguilla Antarctica Antigua and Barbuda Argentina Armenia Aruba Australia Austria Azerbaijan Bahamas Bahrain Bangladesh Barbados Belarus Belgium Belize Benin Bermuda Bhutan Bolivia Bosnia and Herzegovina Botswana Bouvet Island Brazil British Indian Ocean Territory Brunei Darussalam Bulgaria Burkina Faso Burundi Cambodia Cameroon Canada Cape Verde Cayman Islands Central African Republic Chad Chile China Christmas Island Cocos (Keeling) Islands Colombia Comoros Congo Congo, The Democratic Republic of the Cook Islands Costa Rica Cote D'Ivoire Croatia Cuba Cyprus Czech Republic Denmark Djibouti Dominica Dominican Republic Ecuador Egypt El Salvador Equatorial Guinea Eritrea Estonia Ethiopia Falkland Islands (Malvinas) Faroe Islands Fiji Finland France French Guiana French Polynesia French Southern Territories Gabon Gambia Georgia Germany Ghana Gibraltar Greece Greenland Grenada Guadeloupe Guam Guatemala Guernsey Guinea Guinea-Bissau Guyana Haiti Heard Island and Mcdonald Islands Honduras Hong Kong Hungary Iceland India Indonesia Iran Iraq Ireland Isle of Man Israel Italy Jamaica Japan Jersey Jordan Kazakhstan Kenya Kiribati Korea, DPR Korea, Republic of Kuwait Kyrgyzstan Laos Latvia Lebanon Lesotho Liberia Libya Liechtenstein Lithuania Luxembourg Macao Macedonia, The Former Yugoslav Republic of Madagascar Malawi Malaysia Maldives Mali Malta Marshall Islands Martinique Mauritania Mauritius Mayotte Mexico Micronesia, Federated States of Moldova, Republic of Monaco Mongolia Montserrat Morocco Mozambique Myanmar Namibia Nauru Nepal Netherlands Netherlands Antilles New Caledonia New Zealand Nicaragua Niger Nigeria Niue Norfolk Island Northern Mariana Islands Norway Oman Pakistan Palau Palestine Panama Papua New Guinea Paraguay Peru Philippines Pitcairn Poland Portugal Puerto Rico Qatar Reunion Romania Russian Federation Rwanda Saint Helena Saint Kitts and Nevis Saint Lucia Saint Pierre and Miquelon Saint Vincent and the Grenadines Samoa San Marino Sao Tome and Principe Saudi Arabia Senegal Serbia and Montenegro Seychelles Sierra Leone Singapore Slovakia Slovenia Solomon Islands Somalia South Africa South Georgia and the South Sandwich Islands Spain Sri Lanka Sudan Suriname Svalbard and Jan Mayen Swaziland Sweden Switzerland Syrian Arab Republic Taiwan, Province of China Tajikistan Tanzania, United Republic of Thailand Timor-Leste Togo Tokelau Tonga Trinidad and Tobago Tunisia Turkey Turkmenistan Turks and Caicos Islands Tuvalu Uganda Ukraine United Arab Emirates United Kingdom United States of America United States Minor Outlying Islands Uruguay Uzbekistan Vanuatu Vatican Venezuela Vietnam Virgin Islands, British Virgin Islands, U.S. Wallis and Futuna Western Sahara Yemen Zambia Zimbabwe
Pilih Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau Dki Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Daerah Istimewa Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara P A P U A Papua Barat
Pengaruh emosi negatif
Elina berpandangan, banyak orang berjudi untuk mengalihkan perasaan cemas, stres, atau depresi.
”Judi telah dianggap sebagai pelarian dari kenyataan yang pada akhirnya membentuk kebiasaan dan berisiko menyebabkan kecanduan,” ujarnya.
Baca juga: Siapa yang Berisiko Mengalami Kecanduan Judi? Ini Penjelasannya...
Ganggu Kesehatan Mental
Irma mengingatkan, judi online mengganggu kesehatan mental remaja. Sebab, judi online pada dasarnya akan menciptakan ketergantungan atau kecanduan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan, judi online pada dasarnya hanya memberikan reward sesaat. Saat melakukan judi online, terlebih menang, hormon dopamine dirilis di otak.
'Hormon senang' ini memicu anak remaja yang terlibat judi online untuk kembali merasakan efek senang dengan kembali berjudi kendati sempat kalah dan kembali kalah berkali-kali.
Harapannya, ia bisa menang, mendapat keuntungan finansial, menutupi kerugian, dan merasakan kesenangan lagi. Sedangkan jika tidak berjudi lagi, sang anak jadi merasakan kecemasan.
Kecenderungan tersebut berkaitan dengan konsep gambler's fallacy. Irma menjelaskan, gambler's fallacy terjadi saat penjudi percaya ia akan menang karena sudah berkali-kali kalah.
"Pelepasan hormon dopamine menimbulkan euforia, happy, seneng banget. Akibatnya, otak akan (memicu penjudi online) melakukan pola yang sama (kembali berjudi). Biasanya, kalau sudah di level awal, akan ada peningkatan. Penasaran," kata Irma dalam gelar wicara pemutaran film Kemenangan Sejati di CGV fX, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (2/12/2024).
Dalam film tersebut, Gio (Muzakki Ramdhan) juga terjebak pada gambler's fallacy saat masih duduk di bangku SMA. Kendati sudah kalah judi, ia masih mencoba mencari uang kesana-kemari demi bisa merasakan menang judi lagi.
"Bicara judi online, ada gambler fallacy. Untung-untungan. 'Sekarang gapapa deh saya rugi, pasti besok saya beruntung.' Pasti ada seperti itu. Seperti di film, nyoba lagi, nyoba lagi, karena apa? Sekarang gagal, (berpikir) besok dapat lagi, padahal besoknya nggak dapat," imbuh Irma.
Irma menegaskan, aktivitas menang-kalah pada judi online pun memicu stres finansial.
"(Kepikiran) gimana caranya bisa mendapatkan uang sehingga saya bisa melakukan aktivitas perjudian kembali," ucapnya.
Relasi dengan sosial pun terdampak judi online. Irma mencontohkan, pada film Kemenangan Sejati, tindakan-tindakan Gio yang ketergantungan judi online membuat hubungan dengan teman dan keluarga jadi jauh.
"Hubungan pertemanan, hubungan dengan keluarga jadi jauh, karena pasti ada rasa malu, rasa bersalah ke keluarga, sehingga ini membuat dia melakukan aktivitas ini lagi," ucapnya.
Irma mengatakan ketergantungan pada judi online juga berisiko memicu anak dan remaja melakukan tindak kriminalitas demi mendapatkan uang modal untuk kembali berjudi.
"Jadi masuk ke ranah hukum. Jadi memang kompleks sekali (masalah judi online ini)," ucapnya.
Saat seorang anak hendak keluar dari lingkaran judi online, rasa cemas pun bisa kembali muncul. Kondisi yang disebut 'gejala putus' ini berisiko membuat sang anak melakukan judi online lagi.
Untuk itu, ia mengingatkan agar pelajar dan masyarakat tidak mencoba judi online. Sebab, mencoba judi online dan lebih-lebih menang, kendati hanya berawal dari penasaran, bisa memicu otak jadi ketergantungan.
"Setiap kalian menolak dan tidak mau melakukan aktivitas judi online, sebetulnya kalian sedang membangun masa depan yang lebih baik dan lebih bahagia," pungkasnya.
Jakarta (ANTARA) - Psikolog klinis dewasa Nirmala Ika Kusumaningrum, M.Psi., menyatakan seseorang yang kecanduan judi online (daring) bisa disembuhkan dengan sejumlah cara, tetapi, prosesnya tidak instan.
"Kecanduan judi daring ini bisa disembuhkan tapi, tidak, instan. Kembali lagi seberapa niat kita untuk bisa keluar dari kecanduan itu," ujar psikolog lulusan Universitas Indonesia itu saat dihubungi ANTARA, Rabu.
Nirmala menjelaskan bahwa kecanduan judi daring merupakan suatu adiksi yang bisa mempengaruhi pola berpikir seseorang. Kesenangan sesaat dari permainan judi dapat memberikan dorongan emosional yang membuat individu merasa lebih baik, meskipun hanya sesaat.
Emosi sesaat itulah yang membuat individu lambat laun mengalami kecanduan terhadap judi daring.
Baca juga: Literasi digital terus digiatkan cegah korban judi online bertambah
Dalam upaya untuk terlepas dari kecanduan judi daring, kata Nirmala, selain terapi perubahan perilaku yang umum digunakan, pendekatan psikoterapi juga disarankan. Psikoterapi membantu menggali dan memproses emosi yang mendorong perilaku berjudi.
Dengan memahami akar emosional dari kecanduan, individu dapat lebih efektif mengatasi dorongan untuk berjudi. Cara untuk memproses emosi menurut sang psikolog bisa dilakukan dengan berbagai metode, seperti Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR) dan hipnoterapi.
Nirmala mengatakan bahwa perjalanan menuju pemulihan bukanlah hal yang instan. Lama proses tergantung pada motivasi dan komitmen individu itu sendiri.
Adiksi memiliki potensi untuk kambuh, oleh karena itu, kata dia, prosesnya harus dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan.
"Makanya prosesnya perlu pelan-pelan. Perubahan perilaku juga harus pelan-pelan. Proses dulu emosinya, proses dulu perubahan perilakunya sampai dia benar-benar tidak lagi melakukannya," kata Nirmala.
Selain itu, untuk lepas dari kecanduan judi daring, perlu juga dibangun perilaku baru yang lebih adaptif dan bermanfaat, seperti berolahraga atau kegiatan lainnya yang lebih positif. Apabila seseorang mengalami kecanduan judi daring, langkah pertama yang disarankan adalah mencari bantuan dari orang-orang terdekat.
Berbicara dengan orang yang dapat dipercaya dan mencari dukungan dari lingkungan terdekat dapat menjadi langkah awal yang penting. Mengunjungi psikolog atau terapi juga dapat membantu dalam proses pemulihan, tetapi ,dukungan dari lingkungan terdekat dinilai memiliki peran krusial dalam mengatasi kecanduan judi daring.
"Orang-orang inilah yang akan mendampingi dia untuk membantu dari kondisi kecanduan. Jadi intinya jangan malu mencari bantuan," kata Nirmala.
Baca juga: Menkominfo ungkap judi slot rugikan masyarakat Rp27 triliun per tahun
Baca juga: Kemkominfo putus akses 886.719 konten judi online lima tahun terakhir
Baca juga: Kemenkominfo imbau masyarakat aktif laporkan konten judi online
Pewarta: Fathur RochmanEditor: Natisha Andarningtyas Copyright © ANTARA 2023
Kepulauan Bangka Belitung
SMA Negeri 1 Tanjung Pandan, Jalan Gatot Subroto, Tanjung Pandan, 33415, Belitung
0719 2180 2/0853 2934 1275
SOLO, KOMPAS.com – Penyebab kecanduan judi online ada beragam faktor. Begitu juga dengan cara mengatasi kecanduan judi online.
Informasi tersebut kiranya penting diketahui terutama bagi mereka yang merasa mengalami gangguan itu ataupun keluarga yang merasa memiliki kerabat dengan kecanduan judi online.
Psikolog Klinis Anak dan Keluarga di RSUD Dr. Moewardi Solo, Elina Raharisti Rufaidhah, S.Psi,. MA., Psikolog, menjelaskan kencanduan judi adalah kondisi ketika seseorang tidak dapat mengendalikan dorongan untuk berjudi meskipun menyadari dampak negatif yang ditimbulkannya.
Baca juga: Bagaimana Seseorang Dikatakan Kecanduan Judi? Ini Penjelasannya...
Menurut dia, dari sudut pandang psikologi, kecanduan judi online dapat terjadi karena beberapa faktor.
Berikut penjelasan mengenai faktor penyebab kecanduan judi online tersebut:
Mencari dukungan sosial
Cara mengatasi kecanduan judi online berikutnya, kata Elina, seseorang dapat berbicara dengan keluarga, teman, atau bergabung dengan kelompok pendukung, seperti Gamblers Anonymous (GA).
Hal ini diyakini bisa membantu seseorang untuk memperoleh dukungan emosional dan pemahaman tentang kecanduan.
Konsultasi dengan ahli psikologi atau psikiater
Jika kecanduan sudah sangat parah, konsultasi dengan ahli profesional dapat memberikan penanganan lebih lanjut, seperti terapi intensif atau penggunaan obat untuk mengatasi gejala kecanduan.
Elina menegaskan, pendekatan komprehensif yang mencakup intervensi psikologis dan dukungan sosial adalah kunci utama dalam membantu seseorang pulih dari kecanduan judi online.
Ketersediaan dan aksesibilitas
Judi online bagaimanapun lebih mudah diakses dibandingkan dengan permainan judi tradisional, sehingga orang bisa berjudi kapan saja dan di mana saja.
”Kondisi ini meningkatkan risiko kecanduan karena frekuensi dan durasi aktivitas judi menjadi lebih sulit dikontrol,” katanya.
Pengenalan masalah dan kesadaran diri
Menurut Elina, langkah pertama adalah orang tersebut perlu mengakui terdapat masalah kecanduan.
"Seseorang perlu menyadari dampak negatif dari judi online terhadap kehidupan pribadi, sosial, dan finansialnya,” terangnya.
Efek penguatan (reinforcement)
Menurut Elina, judi online telah memanfaatkan prinsip penguatan variabel, di mana hadiah diberikan secara acak dan tidak dapat diprediksi.
”Pola ini membuat pemain terus-menerus berharap untuk menang, bahkan setelah beberapa kali kalah, karena otak mengaitkan sensasi euforia dengan kemungkinan mendapatkan hadiah,” jelasnya saat diwawancarai Kompas.com pada Kamis (10/10/2024).
Elina menerangkan, ketika seseorang berjudi, otaknya cenderung akan melepaskan dopamin, yaitu senyawa kimia pembawa pesan (neurotransmitter) yang berkaitan dengan rasa senang dan kepuasan.
”Aktivitas ini dapat menciptakan dorongan kuat untuk terus berjudi guna mengejar sensasi yang sama, meskipun mengalami kerugian,” terang dia.
Baca juga: Apakah Kecanduan Judi Harus Rehabilitasi? Ini Penjelasannya...
Menurut Elina, banyak orang yang berjudi memiliki keyakinan bahwa mereka dapat mengendalikan hasil atau peluang menang, meski sebenarnya judi online sepenuhnya berbasis keberuntungan.
”Ilusi ini meningkatkan rasa percaya diri dan mendorong mereka untuk terus bermain,” jelas dia.
Terapi kognitif perilaku (CBT)
Elina menjelaskan, CBT adalah jenis terapi yang efektif dalam mengatasi kecanduan.
Terapi ini berfokus pada perubahan pola pikir dan perilaku yang tidak sehat, serta membantu individu mengembangkan strategi untuk menghindari godaan berjudi.
Membatasi akses dan menggunakan teknologi pencegahan
Ia mendorong seseorang yang telah menyadari memiliki gangguan kecanduan judi online untuk segera saja membatasi akses dan memanfaatkan teknologi pencegahan.
”Menggunakan aplikasi atau program yang dapat memblokir situs judi online dapat membantu mengurangi godaan untuk berjudi. Membatasi akses juga dapat dilakukan dengan meminta bantuan orang lain untuk mengawasi perilaku online,” jelasnya.
Baca juga: Psikiater Indonesia Ungkap Bansos untuk Orang Kecanduan Judi Bukan Solusi